
Penulis :
Alvira Naura Wienadi Kelas 8 C
Nabilla Inggrid Palupi Kelas 8 C
“Caged birds accept each other but flight is what they long for”
Tennese Williams
“Wah, langitnya indah ya?”
“Iya, apalagi burung-burung terbang menghiasi langit kita”
“Beautiful”
Pernahkah kalian mengadah ke langit sejenak? Sembari menikmati indahnya
panorama biru nan menawan yang sulit dilewatkan. Indah bukan?
Eits, tapi jangan terlena akan keindahan dunia langit dahulu. Lihatlah bahwa
sebenarnya langit semakin kosong dan hampa. Ia tak lagi ramai oleh berbagai
warna-warni kepakkan sayapnya. Tak lagi dihiasi oleh formasi terbang uniknya.
Apakah kalian sadar? Kini mereka, sang pemilik kepakan sayap indah, perlahan
telah menghilang.
“Apa?! Mereka hilang?! “
“Kenapa mereka telah meninggalkan langit kita?”
Mungkin kita tak sadar, bahwa justru kitalah yang telah mengusir mereka. Dengan
berbagai cara yang telah kita lakukan, mereka benar-benar dapat menghilang dari
langit dan bumi kita ini. Ya, menghilang. Atau bisa disebut kepunahan.
“Siapa sih yang menjadi penyebab kepunahan ini?”
Para peneliti juga menemukan bahwa kepunahan besar-besaran terutama
disebabkan oleh manusia yang berburu burung untuk dimakan. Kepunahan juga
bisa disebabkan oleh hewan yang dibawa ke pulau oleh manusia yang kemudian
memakan burung dan/atau telurnya.
Para peneliti juga menemukan bahwa kepunahan tidak terjadi secara acak karena
sebagian besar spesies yang punah memiliki tiga ciri utama. Pertama, sekitar 90
persen dari spesies burung ini tinggal di pulau-pulau. Ketika manusia tiba di pulau
itu, burung-burung diburu oleh mereka atau menjadi korban hewan lain yang
diperkenalkan oleh manusia, seperti babi, tikus, monyet, dan kucing.
Kedua, sebagian besar spesies burung yang punah berukuran besar, beberapa
sangat besar. Karena setiap burung menyediakan makanan dalam jumlah besar
bagi manusia, mereka menjadi target pilihan para pemburu. Faktanya, massa
tubuh spesies yang punah ditemukan hingga sepuluh kali lebih besar dari spesies
yang masih hidup.
Ketiga, sebagian besar spesies burung yang punah tidak dapat terbang dan sering
kali tidak dapat melarikan diri dari pengejarnya. Studi ini menemukan bahwa
jumlah spesies burung yang tidak dapat terbang dan punah dua kali lipat dari
jumlah spesies yang tidak dapat terbang yang masih ada saat ini.
“Manusia lagi, manusia lagi. Apa yang diinginkan manusia sebenarnya dari
burung?”
Manusia hanya ingin mementingkan keinginan nya sendiri, sehingga banyak
makhluk yang dirugikan akan itu.Seperti contohnya burung Cendrawasih. Burung
cenderawasih diburu karena memiliki bulu yang indah, padahal hewan ini hanya
berada di Indonesia bagian timur meliputi wilayah Papua saja. Banyak perburuan
dan penangkapan liar yang dilakukan untuk tujuan perdagangan. Banyak bulu
cenderawasih diperdagangkan yang digunakan sebagai penghias, seperti topi
wanita di Eropa. Pundi-pundi rupiah dan keuntungan memang diraup banyak.
Namun, memang benar harus mengambil hak hidup bebas bagi yang tak bersalah
ini?
Perbuatan ini tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja, banyak burung endemik yang
punah akibat keserakahan manusia. Tidak hanya karena perburuan makanan oleh
manusia, berbagai perburuan burung endemik juga dilakukan oleh manusia untuk
dimanfaatkan bagian tubuhnya. Dengan corak bulu yang menarik, paruh gagah
nan kokoh, atau ekornya yang indah menjuntai, membuat para pemburu tak segan
untuk menewaskannya.
Dengan berbagai alasan, perburuan liar masih bertebaran dimana mana. Karena
itulah saat ini, perdagangan ilegal satwa liar telah menjadi perdagangan gelap
dengan perkembangan tercepat secara global. Penyelundupan satwa ilegal ini
bukan hanya terorganisir pada skala lokal maupun nasional, bahkan bisnis ini juga
menjamah perdagangan internasional. Perkembangan teknologi yang semakin
canggih menjadi salah satu faktor yang memudahkan pelaku untuk mendapatkan
satwa dan makin membuat modus perdagangan satwa ilegal menjadi sangat
kompleks.
Keuntungan yang diperoleh para pelaku cukup menjanjikan, mengingat perburuan
dan penangkapan satwa yang relatif mudah. Belum lagi, risikonya juga ringan
sebab hingga kini, kita masih mendapatkan satwa liar bahkan yang langka
sekalipun diperjualbelikan. Sanksi hukum yang diterima oleh para pelaku masih
terbilang lemah di Indonesia.
Selama ini penegakan hukum terhadap praktik ilegal tersebut masih bertumpu
pada hukum pidana. Hukuman yang dijatuhkan pun disebut relatif rendah, bahkan
tidak memberikan efek jera kepada para pelaku. Akibatnya, populasi satwa liar
kini banyak yang berada diambang kepunahan (Bismiarti, 2021).
Hal tersebut juga dapat dikarenakan oleh besarnya keuntungan yang diperoleh
para pelaku perdagangan ilegal. Berdasarkan jangkauan rata-rata pendapatan
hasil perdagangan satwa liar per bulan, dapat dilihat bahwa semakin tinggi
pendapatan maka semakin besar pula kontribusi yang disumbangkan untuk
perekonomian pedagang. Hal ini juga dapat berkaitan dengan kontribusi nilai
ekonomi/harga jual suatu satwa liar yang tinggi, misalnya burung
cenderawasih minor, rusa, dan babi hutan. Hal ini dapat menjelaskan bahwa
perdagangan satwa liar memiliki kontribusi yang besar terhadap pendapatan
masyarakat dan juga pedagang satwa liar.
Total rata-rata penerimaan dari masing-masing kelas satwa liar diprediksi
adalah sebesar Rp91.925.378 per tahun dari hasil transaksi pada beberapa
poin dagang di Kabupaten Manokwari. Hasil ini menjelaskan bahwa, satwa liar
sebagai sumber daya alam hayati telah secara tidak langsung ikut
berkontribusi sebesar kurang lebih di atas 90 juta per tahunnya bagi
perekonomian masyarakat Manokwari khususnya penjual satwa liar guna
menunjang kebutuhan sehari hari.
Dengan begitu dapat disimpulkan, penyebab maraknya perdagangan satwa liar
yang terjadi dapat dijelaskan oleh tingginya keuntungan yang diperoleh serta
didukung oleh peran aparat keamanan dalam mendukung distribusi satwa liar
seperti di Surabaya (ProFauna Indonesia, 2012b). Kondisi seperti ini
memberikan peluang dalam melakukan perburuan dan perdagangan terhadap
satwa liar secara meluas yang sifatnya tertutup (Fatem, Sepus Marten., dkk.,
2021).
Tidak hanya sampai pada perburuan liar dan perdagangan ilegal, deforestasi dan
alih fungsi lahan menjadi penyebab lain para burung perlahan mulai punah.
Kebakaran hutan, pembukaan lahan perkebunan, perambahan hutan, program
transmigrasi, pertambangan dan pengeboran sumber daya alam adalah penyebab
terjadinya deforestasi. Angka deforestasi yang tinggi setiap tahunnya akan
menyebabkan hilangnya lahan hutan secara besar-besaran. Akibat dari kehilangan
lahan hutan yang dapat berdampak negatif pada keberlanjutan lingkungan maupun
kehidupan sosial (Lindungihutan.com, 2022).
Semua itu tak luput dari keinginan manusia yang hanya ingin memenuhi
kebutuhannya saja tanpa mementingkan lingkungan sekitar beserta penghuninya.
Dengan banyaknya lahan yang didapatkan, manusia pun akan mendapatkan segala
kebutuhannya. Sedangkan para satwa liar yang tidak berdaya hanya akan
kehilangan habitatnya yang akan berdampak pada kepunahan mereka. Padahal
jika diperhatikan, Indonesia sebenarnya memiliki banyak keberagaman satwa
indah yang tidak layak untuk disakiti dan dirampas habitatnya. Keuntungan yang
diperoleh para pelaku pun tidak dapat disamakan dengan segala keberagaman
satwa indah tersebut.
Berdasarkan data status burung di Indoneisa 2022 yang disajikan oleh Burung
Indonesia,
Sumber: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2022/09/16/ada-berapa-banyak-
spesies-burung-di-indonesia-tahun-2022-ini-statusnya
Perlu diketahui bahwa, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
kekayaan jenis burung cukup tinggi, yaitu mencapai 1666 pada tahun 2014
(Susanti, 2014 dalam Saefullah et al., 2015) dan terus mengalami peningkatan dari
waktu ke waktu. Hasil inventarisasi terbaru pada awal tahun 2022 menyatakan
bahwa saat ini terdapat 1818 spesies burung yang ada di Indonesia (Burung
Indonesia, 2022). Hal ini menjadikan jenis burung Indonesia menyusun sebanyak
kurang lebih 17% dari total jenis burung di dunia yang mencapai 9700 spesies
(Kompas.com, 2021). Namun, 177 spesies burung di antara 17% tersebut berada
dalam ancaman kepunahan.
Dengan jumlah 177 spesies tersebut, Indonesia menghadapi ancaman kepunahan
burung tertinggi di dunia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Burung Indonesia
(2022) mengenai status konservasi burung, terdapat 96 spesies yang termasuk
dalam kategori rentan (vulnerable), 51 spesies termasuk dalam kategori genting
(endangered), dan 30 spesies berada dalam kategori kritis (critically endangered).
Jumlah ini menggambarkan adanya peningkatan dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir, yaitu kurang lebih sebanyak 10-20 spesies pada setiap kategorinya.
Beberapa jenis burung yang mengalami kenaikan status keterancaman antara lain
adalah maleo senkawor (Macrocephalon malio), puyuh sengayan (Rollulus
rouloul), dan pergam hijau (Ducula aenea).
Berdasarkan pernyataan Ridha (Biodiversity Conservation Officer Burung
Indonesia), Maleo senkawor sudah jarang dijumpai di dua pertiga tempat-tempat
bertelurnya, yang mana biasanya burung ini akan mengubur telurnya di dalam
tanah. Sementara burung puyuh sengayan diperkirakan mengalami penurunan
populasi sebesar 30% sehingga terancam punah, bahkan termasuk dalam kategori
rentan secara global. Selain itu, burung pergam hijau juga termasuk dalam
kategori “mendekati terancam”. Salah satu penyebab terancam punahnya burung-
burung di Indonesia ini adalah karena adanya kerusakan habitat. Meskipun
Indonesia memiliki keanekaragaman ekosistem yang tinggi, namun ancaman akan
perburuan dan penangkapan liar terus menghantui keberadaan burung-burung
langka ini. Selain itu, Ridha juga menambahkan bahwa persebaran burung juga
berkaitan dengan meningkatnya status keterancaman burung, “burung endemik
beresiko lebih besar” ujarnya (Forestation.fkt.ugm, 2022).
Tindakan tindakan tersebut memang jadi PR besar bagi Bangsa Indonesia. Bukan
hanya tugas pemerintah saja disini, namun seluruh masyarakat Indonesia pun
harus menjaga kelestarian burung agar tidak punah. Karena dari manusia yang
seenaknya dan tidak bertanggung jawab menjadi salah satu sumber masalah dari
kasus ini.
Entah bagaimana pola pikir mereka yang hanya mementingkan kepentingan
sendiri untuk mencari keuntungan yang besar tanpa memikirkan nasib kehidupan
burung-burung yang tak bersalah. Jika masalah ini dibiarkan saja, maka akan terus
menerus berlanjut dan Bangsa Indonesia akan kehilangan kekayaan alam yang
dimiliki. #MulaiDariDiriSendiri merupakan upaya yang dilakukan untuk dapat
menghentikan masalah ini. Dimana kita sebagai generasi muda, yang seharusnya
mempunyai pola pikir yang lebih maju dan berguna bagi bangsa, harus bisa
menjadi pelopor di tengah-tengah masyarakat, yang dapat membantu pemerintah
untuk menanggulangi masalah ini.
“Memangnya apa saja yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian burung
burung di Indonesia?”
Sebagai generasi muda, kita tahu saat ini hampir seluruh masyarakat dunia
menggunakan sosial media untuk berkomunikasi, berbagai informasi,
berkampanye, dan masih banyak lagi. Dirasa karena sosial media merupakan
media yang efektif untuk kita mengkampanyekan agar menjaga kelestarian burung
burung di Indonesia. Kita dapat membuat seperti artikel, poster, dan lain lain.
Disini kita juga harus membuat postingan atau kampanye di media sosial yang
bisa membuat pembaca dapat terpengaruh agar sadar dan bersama sama
menghapus tuntas masalah ini.
Berikut adalah contoh poster digital dalam kampanye di salah satu media sosial ;
Gambar 2.Poster Digital Melalui Media Sosial
Sumber: Dokumen Pribadi
Selain itu, upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan mendirikan aviary untuk
burung yang tidak dilindungi. Menurut Bahasa Inggris aviary bermakna kandang
burung. Aviary sendiri merupakan kandang burung dimana didalamnya terdapat
ruang yang lebih luas dan terdapat hal yang menyenangkan bagi burung seperti
air, tanaman dan ventilasi udara dan sinar matahari yang cukup. Aviary ada yang
berukuran kecil ada juga yang berukuran jumbo. Dengan aviary memungkinkan
lebih banyak burung yang bisa dikandangkan dan lebih leluasa dan
menyenangkan.
Selain hobi dan menyalurkan bakat, memelihara burung bagi seseorang juga
merupakan pasion yang menyenangkan. Apabila dirawat dengan baik maka bisa
menjaga kelestarian burung. Terutama untuk spesies burung yang tergolong
langka dan sulit dikembangbiakkan, aviary juga merupakan solusi terbaik untuk
menurunkan potensi kepunahan spesies burung langka.
Gambar 3.Aviary Mini
Sumber: https://burungsuper.com/membuat-aviary/
Dengan melihat kemajuan teknologi di masa sekarang ini, pengaplikasian alat
pelacak atau GPS pada burung dapat kita coba lakukan. Pengaplikasian GPS
akan membantu peneliti mendapatkan informasi tentang arah pergerakan terbang,
termasuk kegiatannya saat dilepas ke alam. Pelacakan menggunakan satelit GPS
ini menjadi hal yang baru di Indonesia, karena sebelumnya masih dilakukan lewat
pemantauan langsung, maupun radio. Dalam pengaplikasian GPS pun harus tetap
memperhatikan bagaimana cara pemasangan, agar tidak melukai pada bagian
tubuh yang dipasangkan GPS. GPS yang dibuat tidak boleh terlalu berat, agar
ketika GPS dipasang pada burung, burung tidak merasa keberatan dengan GPS
tersebut.
Berikut adalah contoh pengaplikasian alat pelacak atau GPS pada burung,
Gambar 4.Pengaplikasian alat pelacak atau GPS Pada Burung Merpati
Sumber: https://indonesian.alibaba.com/product-detail/bird-tracking-device-Real-
Time-Locating-1600548742124.html
Nah, itu semua merupakan beberapa contoh upaya kita untuk melestarikan
kehidupan burung-burung endemik di Indonesia. Setelah mengetahui tentang
penyebab seluruh kepunahan yang telah dan hampir terjadi selama ini, apakah kita
sebagai generasi muda akan terus diam saja? Padahal sebenarnya dengan upaya
upaya yang telah disebutkan, jika dilakukan tentu akan berdampak besar bagi
kehidupan burung burung endemik di Indonesia. Oleh karena itu, kita sebagai
generasi muda , yuk bersama bersama menuangkan ide, pikiran, dan usaha untuk menjaga kelestarian burung burung endemik di Indonesia. Stop perburuan dan
lindungi akan kelangsungan hidupnya! Salam lestari sobat hijau!



